Friday 18 March 2011

memelihara itik pada masa starter





itik ataupun jenis unggas lainnya pada masa starter memang membutuhkan
penanganan khusus, karena seperti halnya manusia, pada masa bayi dia
membutuhkan perhatian super khusus, dengan perhatian khusus ini
diharapkan mampu menekan segala resiko yang akan datang dikemudian hari
termasuk hal yang paling merugikan adalah resiko kematian. pada masa
starter ini itik mengalami masa penyesuaian terhadap lingkungannya.
beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam masa starter ini antara
lain adalah :

1. pakan : pakan disini bisa berarti kualitas pakan
maupun kuantitas pakan. untuk kualitas pakan pada masa starter ini
kadar protein yang harus di asup oleh itik adalah minimal 20%, biasanya
untuk meminimkan resiko kekurangan nutrisi para peternak tidak meracik
pakannya sendiri melainkan membeli pakan jadi di poultry shop. untuk
kuantitas atau jumlah pakan yang diberikan adalah meningkat dari hari
ke hari, artinya setiap hari ada pertambahan jumlah pakan yang
diberikan bisa mulai dari 1 kg per hari per 100 ekor dan seterusnya,
untuk pakan dalam hal ini tidak boleh telat dalam pemberiannya karena
pada masa ini pertumbuhan itik berjalan sangat pesat, sehingga untuk
nutrisi yang masuk harus terpenuhi.

2. tempat makan dan minum: untuk
masa starter ini tempat makan dan minumnya harus memenuhi standart
tempat makan dan minum yang ada.

3. panjang lebar kandang: untuk
populasi itik sampai dengan 14 hari per 100 ekor idealnya membutuhkan
kandang sebesar 1 meter X 2 meter. karena jika terlalu padat
perkembangan itik akan mengalami gangguan atau itik tidak normal
perkembangan dan pertumbuhannya atau bisa dikatakan "kuntet".

4.
lantai/alas kandang: kandang untuk usia starter yang direkomendasikan
adalah kandang box panggung, jadi secara teknis kandang box panggung
memiliki tinggi paling tidak 50 cm dari tanah, dan alas kandang terbuat
dari ram- raman kawat yang mempunyai lubang tengah 1 cm, ini
dimaksudkan kotoran biar bisa keluar dan tidak nyangkut di antara
kawat.

5. suhu lingkungan sekitar: ini menjadi faktor penting
dalam pemeliharaan itik pada masa starter, karena hal ini sangat
penting untuk menentukan suhu ruang didalam kandang. jika pemeliharaan
tersebut di daerah dataran tinggi maka untuk diperlukan pemanas
kandang, jika di daerah dataran rendah, bisa cukup dengan diberikan
lampu bolam dengan daya tidak terlalu tinggi.

6. ventilasi dan
angin: pada daerah yang berangin kencang maka kandang bisa tertutup
sepenuhnya, baik sisi kiri kanan dan atas, tentunya harus diberi
sedikit ventilasi agar oksigen ruangan masih bisa mengcover seluruh
ruangan.

keenam faktor tersebut penting dalam pemeliharaan masa
starter, sedangkan untuk penjelasan lebih rinci saya akan jelaskan poin
per poin dalam artikel berikutnya.

Bebek diberi makan ganja


duck
Rouyes beralasan ganja bisa menghilangkan cacingan pada bebek
Seorang petani asal Prancis dijatuhi hukuman satu bulan tahanan dan denda 500 euro karena memberi makan bebek-bebeknya dengan ganja.
Petani bernama Michel Rouyer ini beralasan ganja yang dikonsumsi bebeknya itu akan menghilangkan cacingan yang diderita oleh ternaknya tersebut.
Kasus bebek yang diberi makan ganja ini mengemuka setelah polisi menemukan 12 tanaman ganja dan sekitar 5kg ganja kering saat mengunjungi rumah Rouyer setelah mendapat laporan pencurian di lingkungan tempat dia tinggal, di desa Gripperie-Saint-Symphorien.
Meski dinyatakan bersalah, tetapi Rouyer bersikeras metodenya ini sukses ''tidak ada cacing lagi dan bebek-bebek itu dalam kondisi kesehatan yang bagus'', kata Rouyer.
Seorang juru bicara kepolisian mengatakan kasus pemberian ganja untuk bebek ini adalah yang pertama yang pernah ditangani polisi setempat.
Selain memberi makan ganja untuk bebeknya, Rouyer mengaku dia juga merokok sebagian ganja miliknya itu.

Panduan Praktis Budidaya Itik Potong

 Tips. Peternakan itik umumnya untuk menghasilkan telur. Tetapi itik yang telah lewat masa produksinya maupun itik jantan, sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi itik potong.

Masyarakat kita, saat ini semakin menggemari daging itik/bebek. Hal ini dapat dilihat dari menjamurnya rumah makan yang menyajikan nasi bebek. Akan tetapi pemenuhan kebutuhan bebek potong masih amat tradisional dan dalam bentuk bebek petelur afkir atau pejantan pejantan yang dipelihara seadanya.
Untuk memenuhi kebutuhan dan kegemaran masyarakat akan daging itik tersebut, perlu diusahakan suatu usaha peternakan itik potong yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Pengembangan dan pemeliharaan itik potong agar tercapai efisiensi pemanfaatannya menurut D.L Satie (1991), dapat menggunakan itik yang telah lewat masa produksinya maupun itik jantan. Hal ini dimaksudkan karena itik jantan mempunyai beberapa keunggulan dan keuntungan kalau ditinjau dari segi ekonomisnya.
Untuk harga bibit, itik jantan lebih murah jika dibandingkan itik betina, karena msyarakat selama ini hanya mengenal dan memetik keuntungan dari itik betina sebagai petelur.
Pemeliharaannya tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya dalam waktu 2-3 bulan sudah dapat dipetik hasilnya. Ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya relatif lebih baik daripada itik betina.
Berat badan sampai saat dipotong tidak kurang dari 1,5 kg. Dengan memanfaatkan itik jantan, dalam waktu yang relatif singkat sudah dapat dicapai berat yang lebih dibutuhkan. Hal ini sangat menguntungkan konsumen jika dibandingkan dengan itik afkir. Pemotongan pada umur yang relatif muda, menghasilkan daging yang lebih empuk, lebih gurih dan nilai gizinya lebih tinggi.
Kandang dan pakan
Sistem perkandangan dan pemberian pakan merupakan hal terpenting untuk melaksanakan peternakan secara intensif. Perkandangan itik potong jantan, seperti halnya ayam broiler dengan sistem kandang kering, dimana luas per ekor sekitar 0,25 m2.
Separuh bagian kandang ditutup dengan atap rumbia, genteng atau yang lainnya sebagai pelindung dan tempat istirahat. Sedangkan separuh bagian yang lain digunakan sebagai tempat untuk makan,minum atau bermain dalam bentuk kandang terbuka.
Pakan itik jantan yang disiapkan sebagai itik potong perlu diperhatikan atas periode pertumbuhannya.  Pertumbuhan itik jantan terbagi atas periode pertumbuhan awal (fase starter) dan pertumbuhan lanjut.
Untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada fase starter, perlu ditunjang dengan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi, yaitu berkisar antara 20-25%.
Agar tercapai nilai efisien dan ekonomis, harga pakan dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didapat, murah harganya  dan nilai gizi yang cukup tinggi.
Misalnya protein yang didapat secara murah, yakni melalui pemanfaatan limbah-limbah hasil kelautan atau tambak, daging bekicot dan lain-lain.
Bisa juga dengan menambahkan enzym-enzym pencernaan agar didapatkan pertumbuhan yang lebih cepat.PI/dw

Probiotik bagi Peternakan

Beberapa penelitian menunjukkan, penambahan probiotik mempunyai dampak positif. Salah satunya menyatakan, bahwa banyaknya kandungan mikroorganisme hidup dalam usus ternak dapat memengaruhi metabolisme dalam usus, meningkatkan populasi mikroorganisme yang menguntungkan, sehingga produktivitas ternak lebih baik.

Probiotik merupakan produk yang mengandung mikroorganisme hidup nonpatogen yang ditambahkan ke dalam pakan, yang dapat memengaruhi laju pertumbuhan, efisiensi penggunaan ransum, kecernaan bahan pakan dan kesehatan ternak melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Beberapa mikroba yang berasal dari saluran pencernaan ternak unggas, terutama pada ayam pedaging dan ayam petelur, telah direkomendasikan oleh beberapa penelitian sebagai sumber probiotik yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, produksi telur, efisiensi pakan dan menghasilkan produk ternak (daging dan telur) yang rendah kolesterol, serta mengurangi bau kandang. Beberapa mikroorganisme –yang disebut EM/Effective Microorganisms- yang banyak diterapkan  dalam pertanian dan peternakan antara lain: EM-2, EM-3, EM-4, kultur kapang, kultur mikroba rumen, mikroorganisme yang diklon dengan sel pembentukan hormon. EM-2 ialah campuran lebih dari 80 spesies mikroorganisme. Bentuknya cair dengan pH 7,0 dan disimpan dalam pH 8,5. Jumlah mikroorganisme dalam kultur sangat pada mencapai 109/gr. EM-3 merupakan kultur bakteri yang terdiri dari 95% bakteri fotosintetik yang disimpan pada pH 8,5 dengan jumlah sama dengan EM-2. EM-4 merupakan mikroorganisme yang banyak digunakan bagi peternakan, karena 90% bakteri di dalamnya ialah Lactobacillus Spp. Bakteri lainnya Azotobacter, Clostridia, Enterobacter, Agrobacterium, Erwinia, Pseudomonas, dan mikroorganisme pembentuk asam laktat. Media kulturnya berbentuk cairan dengan pH 4,5. Jumlah mikroorganisme di dalamnya sama dengan EM-2 dan EM-3. Dalam bidang peternakan, arti probiotik cukup penting karena saat ini sebagian orang takut terhadap makanan yang mengandung kolesterol. Kadar kolesterol biasanya tinggi pada makanan yang kadar lemaknya tinggi. Dengan pemanfaatan probiotik, kini muncul produk ternak seperti telur rendah kolesterol, daging sapi rendah kolesterol, daging broiler bebas residu antibiotik, dan banyak lagi produk lainnya. Selain itu, banyak peternak yang memanfaatkan EM-4 dengan maksud untuk menghilangkan bau dalam kandang, dan ternyata dengan pengamatan sekilas hasilnya cukup memuaskan. Untuk mengurangi keadaan ini memang masih diperlukan penelitian yang intensif, lebih cermat dan dengan data yang terukur. Dari berbagai hasil penelitian, maka efek probiotik pada ternak secara garis besar adalah : 1) Meningkatkan laju pertumbuhan ternak potong, ayam dan babi (Fuller, 1992). Peningkatan laju pertumbuhan ini terjadi dengan menekan jumlah mikroorganisme patogen yang mengganggu pertumbuhan dalam kondisi subklinis, 2) Memperbaiki produksi susu secara kualitatif dan kuantitatif (William dan New Bold, 1990). Untuk ini mikroorganisme yang paling baik ialah kapang Saccharomyces cerevisiae dan Aspergillus oryzae, 3) Meningkatkan produksi telur baik jumlah maupun berat telurnya (Fuller, 1992), 4) Memperbaiki konversi ransum pada ayam yang diberi Enterococcus faecium (Kumprent, dkk. 1984), 5) meningkatkan kesehatan ternak (Fuller, 1992). mldz

Strategi Pengendalian Gumboro



. Untuk menghindari kerugian akibat kematian yang tinggi, pertumbuhan yang tidak optimal ataupun efek imunosupresif akibat kasus Gumboro, maka pencegahan kasus ini harus menjadi prioritas utama. 

Penyakit Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD) yang ditemukan pertama kali di Delaware USA sekitar tahun 1950-an, sampai saat ini masih kerap muncul di lapangan. Sudah berbagai macam vaksin dicoba namun kejadian Gumboro masih tetap dijumpai. Terutama pada masa peralihan musim seperti sekarang ini, kasus lebih sering banyak muncul. Kondisi lingkungan dan cuaca yang cepat berubah meningkatkan cekaman pada anak unggas.

Kejadian Gumboro biasanya pada unggas berumur 3-4 minggu. Namun di daerah yang tantangan virus lapangannya tinggi kasus bisa terjadi di minggu-minggu awal kehidupan unggas, yaitu kurang dari umur 2 minggu. Unggas yang pernah terserang virus IBD laju perkembangannya menjadi kurang optimal. Pencapaian berat badan terlambat dan FCR nya menjadi lebih tinggi. Selain itu unggas menjadi lebih rentan terhadap agen penyakit infeksius.

Oleh sebab itu, meminimalisir dan mengeliminasi faktor pencetus munculnya penyakit ini di lapangan merupakan hal yang sangat penting. Hal ini sebenarnya bukan semata-mata menjadi tanggungjawab peternak di tingkat komersial (pedaging ataupun pullet), namun pembibit dan feedmil seharusnya juga mempunyai andil yang tidak kalah penting. Munculnya kasus Gumboro dipicu oleh beberapa hal yang saling berkaitan diantaranya yaitu, kualitas BIBIT, kualitas pakan, manajemen pemeliharaan, program kesehatan dan vaksinasi, dan biosekuriti.

Kualitas BIBIT

Peternak komersial tidak mempunyai kendali pada kualitas BIBIT yang dibelinya. Mereka hanya bisa memilih mana yang dianggap baik ataupun tidak, berdasarkan pengalaman sendiri dan referensi dari peternak lain. Kalau kebetulan pembibit yang sudah diyakininya mempunyai konsistensi dan komitmen tinggi dalam menjaga mutu produknya beruntunglah peternak, karena salah satu beban untuk eliminasi kasus Gumboro sudah berkurang.

BIBIT yang berkualitas baik merupakan hasil dari suatu proses panjang di tingkat pembibit. Ditentukan dari saat masih berupa telur di dalam tubuh induk, proses koleksi telur tetas, penetasan hingga sampai di tangan peternak komersial. Unggas pembibit yang sehat dengan pakan yang mengandung nutrisi seimbang dan bebas dari mikotoksin, mempunyai program vaksinasi yang ketat, lingkungan kandang yang bersih, serta proses koleksi, penyortiran telur yang akan masuk ke hatchery secara ketat akan menghasilkan BIBIT yang berkualitas. Dan dibarengi dengan manajemen transportasi yang baik dari hatchery hinggá sampai ke tangan peternak akan menjamin kualitas BIBIT tersebut.

Maternal antibodi yang tinggi didapat dari induk yang sehat dan divaksin secara teratur dan berkesinambungan. Vaksinasi IBD pada induk biasanya dilakukan sebelum masa produksi dan diulang lagi pada umur 40-45 minggu, dimana pada saat ini biasanya titer antibodi induk sudah menurun. Vaksinasi ulangan ini dilakukan untuk menjaga agar antibodi yang diturunkan ke anak unggas tetap tinggi. Maternal antibodi yang tinggi akan melindungi anak unggas dari infeksi agen penyakit pada minggu pertama kehidupannya (2-3 minggu pertama).

Untuk mendapatkan BIBIT yang sehat seperti di atas didapat dari telur tetas yang beratnya sudah memenuhi syarat untuk ditetaskan dan berasal dari induk yang tidak terlalu tua ataupun muda, telur tetas bersih, utuh tidak retak ataupun cacat dengan lingkungan kandang yang bersih dan proses penetasan yang baik dan benar. Jika lingkungan kotor dan telur yang ditetaskan pun demikian dikuatirkan embrio juga akan tercemar bakteri seperti E.coli, Pseudomonas, Staphylococcus, dll yang bisa menyebabkan peradangan pada kantong kuning telur (omfalitis).

Kondisi ini akan menyebabkan gangguan proses penyerapan kuning telur yang notabene merupakan sumber makanan di awal kehidupan unggas dan juga maternal antibodi yang diturunkan dari induknya. Atau bisa juga telur tercemar spora jamur Aspergillus, sp, sehingga anak unggas bisa terkena Aspergillosis sejak masih embrio.

Transportasi BIBIT dari hatchery ke farm juga akan mempengaruhi pertumbuhan BIBIT tersebut. Kondisi mobil pengangkut harus memenuhi stándar yang ditetapkan. Temperatur dan ventilasi ruangan harus diperhatikan agar anak unggas tidak mendapat stress yang berlebihan dam kecukupan oksigennya terpenuhi.

kualitas pakan

Pakan merupakan komponen pokok yang mengambil porsi terbesar dari biaya produksi suatu usaha peternakan. Kualitasnya pakan ditentukan oleh kualitas bahan baku yang menyusunnya. Dalam manajemen pakan hal yang harus diwaspadai adalah keseimbangan nutrisi dan kadar mikotoksin yang mencemarinya. Kandungan protein tercerna yang sesuai dengan kebutuhan unggas dengan komposisi asam amino yang seimbang, demikian juga dengan kadar lemak, energi, serat kasar dan mineral yang imbang sangat penting untuk pertumbuhan unggas.

Kadar mikotoksin dalam pakan harus diperhatikan, karena akan berpengaruh pada sistem imunitas dan pertumbuhan tubuh unggas. Pada saat musim hujan kita perlu waspada dengan mikotoksin ini. Di musim kemaraupun kadang kadar mikotoksin juga masih tinggi. Tingginya kadar mikotoksin berkaitan dengan proses pemanenan, pengeringan dan penyimpanan bahan baku, terutama yang berasal dari biji-bijian. Untuk meminimalisir jumlah mikotoksin perlu pencegahan tumbuhnya jamur dan pembentukan metabolitnya.

Salah satu caranya dengan pengeringan hinggá mencapai kadar air yang rendah, penyimpanan pada ruangan yang kering, penambahan antijamur (asam organik), dan mikotoksin binder (zeolit, bentonit, dll.). Proses penyimpanan dan pengangkutan bahan baku atau pakan jadi jika tidak memenuhi stándar juga akan mempengaruhi kualitas pakan. Indonesia merupakan negeri tropis dengan curah hujan tinggi, sehingga sangat cocok untuk pertumbuhan jamur. Temperatur dan kelembaban gudang penyimpan tidak boleh terlalu tinggi, yang ideal disarankan pada suhu tidak lebih dari 240 C dan kelembaban < 17 %. Selain itu pemeriksaan sampel bahan baku dan pakan jadi harus dilakukan secara teratur untuk melihat komposisi nutrisi (analisa proksimat) maupun cemaran mikotoksin.

Manajemen pemeliharaan

Manajemen pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha produksi peternakan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, yang paling utama adalah menciptakan kondisi dan tempat yang nyaman untuk hidup unggas. Jika unggas hidup di kandang yang nyaman, terjaga dari stres lingkungan, kebutuhan oksigen terpenuhi, cemaran gas amonia minimal, tersedia pakan yang berkualitas dan air minum yang bersih sepanjang hari, dan juga dengan pelaksanaan program vaksinasi terhadap berbagai agen infeksius yang tepat diharapkan unggas terhindar dari berbagai stres baik dari lingkungan makro ataupun agen penyakit yang ada. Dengan begitu unggas bisa tumbuh, berkembang dan berproduksi dengan optimal.

Proses pemeliharaan yang baik dan benar harus dilakukan sejak kedatangan anak unggas, masa brooding dan kehidupan selanjutnya. Masa brooding merupakan waktu yang cukup krusial bagi pertumbuhan dan perkembangan unggas, sehingga harus dilakukan dengan benar. Populasi dalam satu lingkaran brooder harus diperhatikan, 1 pemanas maksimal untuk 1000 ekor BIBIT. Jika populasi terlalu padat tingkat stress dan daya kompetisi unggas semakin tinggi dan kecukupan oksigen pun akan berkurang. Untuk mempertahankan suhu badan anak unggas kehangatan ruangan sangat penting karena unggas tidak dierami oleh induknya dan dan pusat pengatur suhu tubuh unggas belum berkembang sempurna. Selain itu buka tutup tirai harus diatur sedemikian rupa sehingga kesegaran udara dan kecukupan oksigen terpenuhi, selain itu juga untuk menghindari paparan angin yang terlalu dini.

Pada minggu pertama merupakan masa pertumbuhan unggas yang paling cepat. Berat badan unggas bisa mencapai 2 kali lipat dari saat menetasnya. Bisa dikatakan saat ini merupakan golden age unggas. Pada masa ini terjadi pembelahan sel cukup tinggi, sehingga kecukupan oksigen dan nutrisi sangat penting. Saat ini juga terjadi penyerapan kuning telur yang di dalamnya terdapat antibodi dari induk. Pemberian pakan sesegera mungkin setelah anak unggas datang akan mempercepat dan mengoptimalkan penyerapan kuning telur. Jika pada masa brooding kehidupan unggas terjaga dengan baik, diharapkan penyerapan antibodi induk terhadap IBD yang ada dalam kuning telur bisa sempurna. Sehingga unggas bisa mengatasi infeksi IBD dini yang bersifat subklinis. Selain itu juga meminimalkan faktor pencetus stres pada unggas seperti menjaga kecukupan pakan, minum, kecukupan sirkulasi udara, pencahayaan dan ketenangan lingkungan.

Program Kesehatan

Kasus Gumboro bisa terjadi jika kekebalan unggas tidak bisa mengatasi serbuan virus lapangan yang masuk ke tubuh unggas dan virus lapangan lebih cepat sampai di bursa dibanding virus vaksin yang diberikan. Hal ini bisa terjadi karena kondisi unggas yang tidak optimal karena stres (manajemen, lingkungan), titer antibodi induk yang rendah, jumlah virus lapangan yang terlalu banyak, strain virus vaksin yang dipakai tidak cocok dengan virus yang ada di lapangan, dan waktu pemberian vaksin yang tidak tepat.

Meminimalisir faktor pencetus stres bagi unggas sangat penting terutama pada awal kehidupan unggas. Jika unggas menderita cekaman baik karena faktor internal ataupun eksternal bisa mengakibatkan daya tahan tubuh unggas menurun. Sehingga agen-agen patogen bisa mudah menginvasi tubuh unggas. Jumlah virus di lapangan yang tinggi akan meningkatkan resiko terkena Gumboro. Antibodi induk unggas hanya bisa melindungi sampai umur sekitar 2-3 minggu, dan daya netralitasnya pun terbatas, jika agen infeksi yang harus dinetralkan terlalu banyak, jumlah antibodi tidak bisa mencukupi sehingga unggas akan kalah juga.

Untuk mengurangi kerja unggas dalam menetralkan antigen, meminimalkan jumlah virus di lapangan sangatlah penting. Ini dilakukan dengan persiapan kandang yang benar-benar baik sebelum kedatangan unggas. Sebelum dipakai kandang harus dicuci kering dan basah sampai bersih, kemudian dilakukan desinfeksi berulang. Lantai kandang juga harus diperlakukan khusus, setelah dicuci bersih diberi larutan soda api kemudian dicuci ulang. Setelah itu diberi larutan kapur hidup. Penyemprotan insektisida ke lantai, langit-langit, tiang, dinding dan sekitar kandang perlu dilakukan untuk membunuh serangga seperti semut, kumbang franky (Altophobius, sp) dll yang bisa menjadi reservoir virus IBD. Penyemprotan kandang secara rutin setelah unggas masuk kandang dengan larutan desinfektan (seperti golongan iodin) akan sangat membantu meminimalisir jumlah virus.

Pemberian antibiotika berspektrum luas selama 3-5 hari pertama kehidupan anak unggas akan membantu mengeliminasi bakteri yang ada pada anak unggas, diharapkan akan mengurangi kasus radang omfalitis sehingga penyerapan kuning telur bis optimal. Selain itu dengan memperkuat kondisi tubuh anak unggas dengan pemberian multivitamin secara rutin akan membantu mengurangi pengaruh cekaman pada anak unggas .

Pencegahan koksidiosis dengan vaksinasi ataupun pemberian koksidiostat diharapkan bisa meminimalisir kejadian koksidiosis pada unggas dan diharapkan secara tidak langsung akan mengurangi kejadian Gumboro ataupun menurunkan tingkat keparahan koksidiosis. Jika unggas terkena koksidiosis pada minggu-minggu awal biasanya resiko terkena Gumboro lebih besar dan parah.

Biosekuriti

Biosekuriti merupakan suatu usaha pengamanan biologik yang bertujuan untuk mencegah masuknya agen-agen patologik ke tubuh unggas. Tidak hanya meliputi proses desinfeksi kandang dan lingkungan, namun merupakan suatu usaha yang terpadu dan berkesinambungan dari tingkat konseptual, struktural dan operasional. Meliputi tata letak, lokasi farm dan kandang, bangunan kandang, pemagaran serta bangunan pendukung seperti kantor, mess karyawan, gudang pakan atau telur, ruang ganti baju, car dip. Juga pola replacement yang all in all out.

Lokasi farm yang tidak berdekatan dengan farm tetangga, hanya terdapat satu macam spesies unggas saja di lokasi, adanya pagar sekeliling farm yang memisahkan farm dengan lingkungan sekitar, dan pola pemeliharaan all in all out, akan mengurangi resiko munculnya kasus penyakit infeksius.

Ketepatan pemilihan vaksin

Pemilihan vaksin yang cocok dengan virus di lapangan sangat penting. Pada saat ini ada banyak macam jenis vaksin yang dijual di pasaran. Dari yang bersifat mild sampai yang intermediate plus. Vaksin yang tergolong mild virusnya bisa menembus titer antibodi induk pada angka 125. Intermediate pada titer 250, sedangkan yang intermediate plus bisa menembus titer di angka 500-800. Berdasarkan grup molekulernya virus gumboro digolongan dalam 6 macam virus. Di Indonesia kebanyakan dari jenis group molekuler 3, 4 dan 5. Kita harus jeli dan pintar dalam memilih produk yang demikian banyaknya di pasar. Vaksin yang mahal tidak selalu menjamin bebas dari kebocoran vaksinasi. Kecocokan strain virus dengan lingkungan setempat harus diutamakan. Jika suatu jenis vaksin sudah cocok di farm kita lebih baik jangan diubah. Virus vaksin yang terlalu keras sebaiknya hindari diberikan terlalu dini, karena bisa merusak sel-sel limfoid di bursa.

Ketepatan Waktu Vaksinasi

Hal yang tak kalah penting untuk meminimalisir kebocoran vaksinasi adalah penentuan waktu yang tepat kapan sebaiknya vaksinasi dilakukan. Untuk dapat menentukan waktu vaksinasi yang tepat, pengukuran maternal antibodi (MAb) terhadap IBD mutlak harus dilakukan. Karena pembibit tidak pernah memberitahukan titer antibodi dari induknya. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan teknik ELISA. Dengan mengetahui status MAb nya kita dapat melihat tingkat keseragaman titer dan menghitung kecepatan penurunannya, sehingga dapat diperkirakan waktu yang tepat untuk vaksinasi. Vaksinasi yang dilakukan pada saat titer MAb masih tinggi tidak akan efektif, virus vaksin justru akan dinetralisir oleh antibodi sehingga virus tidak akan bisa multiplikasi dan pada akhirnya tidak akan muncul respon vaksinasi yang diharapkan. Dan bisa jadi jika ada virus lapangan yang bisa menembus kekebalan unggas, kejadian Gumboro akan muncul.

Kendala dalam penentuan waktu vaksinasi ini adalah ketidakseragaman MAb dari masing-masing individu. Hal ini terjadi karena BIBIT berasal dari individu induk yang berbeda-beda baik yang seumur atau bahkan berlainan umur. Oleh karena itu pada saat BIBIT masuk kita harus mencatat no batch yang biasa ada pada masing-masing box. Unggas yang berlainan no batch biasanya berbeda data induk dari telur tetasnya. Dan untuk masing-masing no batch yang berbeda kita mengambil sample darahnya. Jumlah BIBIT yang kita ambil untuk sampel minimal 20 ekor. Dan satu hal yang harus kita perhatikan BIBIT yang kita ambil darahnya haruslah yang sehat bukan BIBIT yang performansnya jelek, agar titer yang didapat merupakan gambaran titer MAb sebagian besar unggas . Kalau kita ambil BIBIT yang jelek, bisa jadi gambaran titer yang kita dapat juga kurang bagus, dan itu bukan pencerminan dari kelompok unggas tersebut.

Untuk penghitungan prediksi waktu vaksinasi biasanya digunakan rumus van Deventer. Rumus ini dapat dipakai baik untuk unggas pedaging, petelur maupun pembibit. Hal yang harus diketahui adalah waktu paruh MAb IBD berbeda untuk setiap tipe unggas, untuk unggas pedaging 3-3,5 hari, unggas petelur 5-5,5 hari, pembibit 4,5 hari. Selain itu kita juga harus tahu jenis vaksin IBD yang akan digunakan, apakah mild, intermediate ataupun intermediate plus, karena ini untuk mengetahui break through titer (angka titer di mana virus vaksin bisa menembus MAb unggas) dari virus vaksin. Jika menggunakan vaksin yang mild break through titer nya sekitar 125, intermediate plus sekitar 500 dan yang hot di titer 1000.

Cara penghitungan prediksi waktu vaksinasi :

Hari vaksinasi = T1/2 x ( Log2 titer – Log2 target titer)) + umur saat sampling + angka koreksi

T1/2 : waktu paruh MAb (broiler : 3 hari, layer: 5, breeder: 4,5 hari)
Titer: titer MAb (jika CV bagus vaksinasi bisa sekali untuk perlindungan 75 %, namun jika CV jelek vaksin 2 kali untuk perlindungan di 20 %dan 70 % atau 40 dan 90 %)
Titer target: titer MAb di mana virus vaksin bisa menembusnya ( mild: 125, intermediate plus: 500, hot: 1000) tergantung pada spesifikasi masing-masing produk vaksin
Umur sampling: Umur pada saat pengambilan darah
Angka koreksi: tambahan hari jika sampling dilakukan pada umur unggas 0-4 hari (diasumsikan pada 4 hari pertama kehidupan unggas belum terjadi penurunan MAb karena masih adanya penyerapan kuning telur, jika sampling umur 1 hari koreksinya 3, umur 2 hari koreksinya 2, 3 hari koreksinya 1 dan umur 4 hari koreksinya 0).

Kasus Gumboro tidak bisa kita anggap enteng dan sepele, baik berat ataupun ringan akan merugikan farm kita, namun kebocoran vaksinasi tersebut masih bisa kita minimalisir. Tentunya dengan eliminasi faktor-faktor pencetus, sikap disiplin dan konsistensi dalam penerapan manajemen pemeliharaan seperti persiapan kandang yang baik, pemilihan BIBIT yang berkualitas, menjalankan manajemen pemeliharaan yang sesuai stándar, penerapan biosekuriti yang konsisten, pemilihan jenis vaksin dan waktu vaksinasi yang tepat diharapkan bisa menekan bahkan menghilangkan kasus IBD di farm kita, sehingga kerugian ekonomis akibat IBD bisa kita hindari. Ratriastuti Suwadji 

CDDGS, Ampas Jagung Yang Naik Daun

. Dalam beberapa masa yang lewat, 3-5 tahun yang lalu, jagung masih digunakan sebagian besar untuk kebutuhan konsumsi (manusia maupun ternak). Dari semua itu 80 % di antaranya digunakan untuk pakan ternak (feed) dan hanya 6-7 % untuk pangan manusia (food). Kini jagung malah dilirik untuk pemanfaatan yang lain. 

Jagung jadi rebutan! Jagung tidak lagi hanya sebagai pakan (feed) atau bahan pangan (food), tetapi sudah menjadi penghasil etanol yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar (biofuel), alternatif substitusi BBM konvensional. Belakangan, banyak kalangan sudah mengalihkan perhatian kepada sumber-sumber bahan bakar terbarukan karena mereka menganggap era sumber bahan bakar fosil (minyak bumi) sudah selesai. Kini di pelbagai kawasan, jagung dimanfaatkan sebagai penghasil etanol, yang dapat digunakan sebagai biofuel pengganti BBM. Kini biofuel semakin populer saja.

Dalam 2-3 tahun terakhir ini, kebutuhan akan jagung untuk industri pakan dan pangan terpangkas sekitar 20 %, sehingga hanya tersisa 60 % saja. Di Amerika Serikat misalnya, 18,3 % produksi jagung di sana, dari jumlah 27.054 bushel (1 bushel kurang lebih setara dengan 25,4 kg) digunakan sebagai penghasil etanol. Pertanyaannya kini, apakah fakta ini, bagi dunia peternakan, merupakan khabar baik atau buruk? Secara sederhana tentu hal ini dianggap sebagai kompetitor bagi dunia peternakan, khususnya dalam soal penyediaan pakan ternak. Artinya, ‘terbalik’ dari kebutuhan untuk pakan, produksi etanol malah meningkat saja.

Tetapi, jangan risau dulu. Dari pembuatan etanol dari jagung itu dihasilkan by product (hasil sampingan) yang dikenal sebagai Corn Distillers Dried Grains with Solubles, yang lebih ‘beken’ dikenal sebagai CDDGS, atau DDGS saja. CDDGS adalah hasil sampingan fermentasi dan destilasi jagung menjadi etanol. Meskipun menyandang predikat ‘hasil sampingan’, CDDGS tentu bukan sekadar ampas, karena ternyata CDDGS itu sangat potensial, dan ekonomis pula, digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, khususnya bagi ternak unggas. Dari 1 bagian jagung yang difermentasi untuk menghasilkan etanol, kira-kira akan dihasilkan 1/3 bagian CDDGS. Sebagai gambaran, dari 1 bushel jagung (kurang lebih 25,4 kg) akan dihasilkan 8,2 kg CDDGS, selain 8,2 kg gas CO2. Dan, tentu saja dihasilkan etanol sebagai hasil utamanya, yaitu sebesar 10,2 liter.

Kaya protein

Mungkin ini tidak bisa dihindari bahwa jagung kini dimanfaatkan untuk keperluan lain, untuk produksi biofuel itu. Namun demikian, industri ini menghasilkan by product (CDDGS) yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. By product ini ternyata masih mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan dan produksi ternak, khususnya untuk ternak unggas. Ini misalnya, dan kedengarannya pasti agak aneh, CDDGS ternyata kaya protein. Padahal jagung sendiri bukanlah sumber protein (mengandung hanya ± 8,9 % protein kasar) melainkan sebagai sumber energi (mengandung 3.370 kkal/kg energi metabolis untuk unggas).

Mengapa bisa demikian? Produksi etanol berbahan dasar jagung yang kelak menghasilkan CDDGS itu adalah melalui proses fermentasi (selama 48-72 jam) yang melibatkan bakteri-bakteri fermenter. Bakteri-bakteri yang telah ‘dikaryakan’ ini kelak akan ‘terdampar’ pada ampas yang dikenal sebagai CDDGS itu. Bakteri-bakteri ini merupakan sumber single cell protein (protein sel tunggal) pada CDDGS. Itulah sebabnya mengapa CDDGS itu kaya akan protein (crude protein, CP). Selain itu, CDDGS kaya asam amino, walaupun asam amino tertentu, seperti lysin, kecernaannya rendah. Selain sebagai sumber CP, CDDGS juga merupakan sumber energi (1283 kkal/lb energi metabolis untuk kalkun dan ayam) dan sumber mineral (dengan kadar abu 6,5 %). CDDGS mengandung P available yang cukup tinggi (0,8 %) karena proses reaksi enzim fitase dari bakteri yang terlibat dalam fermentasi memungkinkan pelepasan P itu dari ikatannya dengan asam fitat.

Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa CDDGS merupakan sumber xantophyl yang baik terutama pada CDDGS yang berwarna terang (mengandung 46 – 50 ppm xantophyl). Ini dapat dimanfaatkan untuk pigmentasi kuning pada telur dan karkas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian 10 % CDDGS pada pakan ayam akan memberi kontribusi terhadap pigmentasi telur dan karkas ayam.


Porsi CDDGS pada ransum unggas

Meskipun sudah disebut-sebut sangat potensial sebagai bahan baku pakan ternak, porsi penggunaan CDDGS dalam formulasi ransum memang harus dipertimbangkan dengan seksama. Ini menuntut kehati-hatian. Walau bagaimanapun, selain keunggulannya, CDDGS juga ‘menyimpan’ sejumlah kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah bahwa asam amino lysin yang terkandung pada CDDGS mempunyai kecernaan yang rendah. Inilah yang disebut sebagai perlu kehati-hatian. Peningkatan porsi CDDGS pada ransum bisa saja menyebabkan defisien terhadap asam-asam amino esensial khususnya lysin. Selain pada asam amino lysin, CDDGS juga mempunyai kelemahan yang lain, yaitu mengandung serat kasar (crude fiber) yang tinggi. Ada dugaan bahwa enzym yang bekerja selama proses fermentasi itu hanya bekerja pada starch saja bukan pada NDF dan ADF.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa porsi CDDGS pada ransum ternak berbeda-beda menurut jenis ternaknya. Untuk broiler dapat digunakan hingga 10 % CDDGS, sedangkan untuk kalkun (grower dan finisher) dan ayam petelur masing-masing 15 %

Ditulis oleh : Ir. I Dewa Gede Alit Udayana, MS, akademisi, tinggal di Bangli, Bali

CLOSED HOUSE, CARA MODERN TINGKATKAN PRODUKSI UNGGAS PEDAGING


Unggas pedaging  lebih bagus hasil produksinya pada kandang sistem closed house daripada unggas petelur dengan sistem sama. Peningkatan teknologi secara menyeluruh berdampak besar bagi peningkatan produksi. Tidak ada kata tidak untuk penggunaan sistem closed house buat pemeliharaan unggas pedaging dengan hasil terbaik.

Inilah suatu cara modern untuk meningkatkan produksi unggas pedaging secara signifikan. Degan cara ini tidak ada gangguan pemeliharaan unggas pedaging karena lingkungan lebih baik, tempat pemeliharaan lebih hemat, kualitas unggas lebih baik, angka kematian rendah, kondisi pertumbuhan unggas merata, dan penampilan unggas yang dihasilkan baik secara maksimal.

Cara ini adalah cara yang sudah dikenal masyarakat perunggasan Indonesia dalam dekade ini,. Tak lain tak bukan, cara ini adalah sistem kandang tertutup atau lebih dikenal dengan closed house yang ternyata lebih banyak digunakan untuk pemeliharaan unggas pedaging dibanding untuk pemeliharaan unggas petelur.

Bagaimana dan mengapa penerapan kandang tertutup lebih banyak khusus pada pemeliharaan unggas pedaging? , secara penelitian, efek kandang tertutup untuk unggas pedaging menghasilkan perbedaan mencolok dibanding kandang postal dan kandang terbuka.
“Keberadaan, fungsi dan manfaat closed house pada prinsipnya tidak peduli kondisi daerah. Pada keadaan lingkungan daerah apapun, secara fleksibel kondisinya dapat diadaptasi oleh kandang tertutup,” tuturnya.

Akan tetapi, untuk pemeliharaan unggas petelur penggunaan kandang tertutup masih diteliti efektivitasnya. Secara keseluruhan, sedikit atau kurang dilakukan penelitian oleh berbagai pihak tentang dampak penggunaan kandang tertutup terhadap pemeliharaan unggas petelur.

Efektivitas pemeliharaan unggas petelur pada dasarnya tergantung produksi telur. Berdasar penelitian di Bali, Malang dan Tuban, penggunaan kandang tertutup untuk unggas petelur tetap berdampak pada pertumbuhan tubuh unggas, kurang berpengaruh untuk peningkatan produksi telur. Dari sedikit penelitian yang ada itu, hasilnya memang, “Ada perbedaan tapi belum signifikan, berbeda dengan untuk unggas pedaging yang hasilnya sangat signifikan atau berbeda nyata,”
  Dengan kandang tertutup peternak bisa mengantisipasi segala musim. “Perbedaan musim panas dan musim penghujan dapat diatasi dengan penggunaan kandang closed house,” katanya. Dengan kandang tertutup, kondisi lingkungan bisa diantisipasi dengan baik. Bilamana suhu tidak panas, kondisi unggas tidak bermasalah, open house baik, closed house pun baik.

Hal ini berbeda dengan pemakaian kandang terbuka atau open house. Pada daerah panas seperti di Tuban Jawa Timur yang kondisi suhunya cenderung tinggi pada musim panas, pengaruh suhu panas sangat terasa. Kecenderungan suhu pada saat ini sebesar 32, 34, 37 derajat Celsius. Pada suhu lingkungan setinggi ini, unggas susah untuk berproduksi maksimal.

Sebaliknya pada musim banyak hujan, kelembaban sangat tinggi. Kondisi lingkungan memang antara lain mempengaruhi keberadaan lalat dan lain-lain. Pada peternakan open house kondisi berpengaruh buruk seperti ini sangat terasakan. Sebaliknya, dapat dikurangi dengan pemakaian kandang tertutup.

“Penggunaan closed house tetap efisien untuk menghadapi kondisi lingkungan ini,” . Memang pengaruh musim masih ada namun dapat dikata sedikit. Adapun kelembaban udara susah dikendalikan, namun demikian lebih banyak keunggulan kandang tertutup.

Kondisi kandang tertutup yang paling susah mengendalikan kelembaban ini lantaran pengaruh udara luar yang basah, di mana hujan terjadi secara terus-menerus baik siang maupun malam. Untuk menetralisir hal ini bagi kondisi dalam ruang, dibutuhkan heater atau pemanas ruangan untuk kandang tertutup...................

ULASAN LENGKAP FAKTOR PENDUKUNG TURUNNYA PRODUKSI TELUR, SERTA TIPS MENGATASINYA.



“Faktor-faktor itu adalah faktor kepekaan ayam (ayam ‘moderen’ relatif lebih peka terhadap pengaruh eksternal), faktor lingkungan (iklim/cuaca), faktor bibit penyakit (patogenitas mikroorganisme) dan faktor tatalaksana/manajemen pemeliharaan ayam.”

Faktor pendukung munculnya kasus penurunan produksi telur adalah manajemen health control alias manajemen kontrol kesehatan yang tidak tepat. Demikian Direktur CV Bintang Mandiri Tasikmalaya Jawa Barat Drh Teguh Budi Wibowo.

Dalam hal manajemen health control alias manajemen kontrol kesehatan yang tidak tepat ini, kata alumnus FKH UGM ini, “Biosecurity kurang sempurna, kurang akuratnya program vaksin dan atau penggunaan dan aplikasi vaksin yang tidak tepat, baik pemilihan jenis vaksin maupun penetapan jadwalnya, sanitasi kandang dan lingkungan kurang baik, serta faktor pakan baik mutu maupun komposisinya, tingkat stres di kandang, ventilasi dan lain-lain.”

Stres dapat menyebabkan turunnya produksi telur. Stres yang biasa terjadi meliputi kedinginan, kepanasan, penangkapan dan pemindahan ayam, parasit, dan ketakutan. Kedinginan adalah stres yang paling sering terjadi selama musim penghujan yang banyak terdapat angin dan hujan.
Dalam kondisi ini biasanya kandang ditutup, ventilasi jelak, sehingga menyebabkan tingginya kadar amonia, lembab dan ayam tidak dapat bertahan. Pada kondisi ini juga kondisi lain yang menyebabkan kurangnya lama penyinaran dapat berakibat tidak terangsangnya hormon reproduksi agar ayam mulai bertelur.

Sebaliknya kepanasan adalah stres akibat cuaca panas, ayam akan lebih banyak minum dan mengurangi konsumsi ransum sehingga kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Kondisi ini dapat menyebabkan produksi telur turun karena kebutuhan energi dan protein harian tidak tercukupi. Suhu terlalu panas akan mengurangi konsumsi nutrisi dari ransum yang diperlukan untuk pembentukan telur.

Dalam kondisi lingkungan panas, fisiologi tubuh ayam akan mengubah prioritasnya dari semula untuk produksi telur menjadi untuk bertahan hidup. Sementara penangkapan dan pemindahan serta populasi yang terlalu padat yang meningkatkan kanibalisme juga menyebabkan stres pada ayam. Stres ketakutan pun dapat terjadi akibat suara ribut orang-orang dan suara kendaraan di sekitar kandang untuk mencegah ayam ketakutan.

Secara praktis, pentingnya biosecurity pun diungkap oleh peternak pemilik Eden Farm di Segitiga Emas Jakarta dan Jawa Barat Ricky Bangsaratoe. “Faktor penting penyebab dan pendukung muculnya penyakit itu adalah kurang bersihnya kandang ternak dan kurang terpeliharanya lalu lintas lingkungan kandang,” katanya mengungkap salah satu wujud masalah penting dari penerapan biosecurity yang mempengaruhi penurunan produksi telur.

Direktur PT Agrotech Veterindo Jaya di Jakarta Drh Budi Cahyono Wilogo juga menekankan tentang biosecurity ini sebagai faktor penting yang harus diperhatikan, lantaran biosecurity yang kurang baik merupakan faktor pendukung utama munculnya kasus penurunan produksi telur.
“Biosecurity merupakan benteng pertahanan untuk mencegah penyakit,” kata Drh yang juga alumnus FKH UGM ini seraya menambahkan perlakuan vaksinasi yang tidak rutin dan ketat sesuai program dan anjuran juga dapat menjadi faktor pendukung munculnya penyakit.

Drh Budi Cahyono juga mengingatkan faktor yang kelihatannya sederhana namun sesungguhnya sangat penting. “Apakah peternak masih rajin memberikan obat cacing kepada ayam-ayamnya?” tanya dia seraya menambahkan untuk pembuktian tentang faktor ini sesungguhnya juga sangat sederhana. Tinggal mengambil feses untuk diperiksa telur cacingnya di bawah mikroskop, akan ketahuan apakah masalah cacing sudah terbebaskan dari peternakan.

Cacing beserta parasit parasit eksternal dan internal lain memang dapat mengganggu ayam dan produksinya. Adanya cacing pada alat pencernaan akan mengganggu asupan pakan. Padahal yang dibutuhkan untuk produksi telur yang bagus adalah asupan pakan yang bagus, tercukupi secara seimbang kebutuhan karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain.

Selama usus dapat menyerap sari makanan yang ada tersebut, produksi telur pun akan menjadi optimal. “Namun jika fili fili usus terganggu atau rusak, bagaimana bisa menyerap sari-sari makanan ini?” tanya Drh Budi Cahyono Wilogo.

Lebih lanjut mengenai topik-topik pembahasan seperti:

AIR SEBAGAI FAKTOR PENDUKUNG NAIK-TURUNNYA PRODUKSI TELUR
Ada kaitan erat antara naik turunnya produksi telur dengan kualitas air. Ada penekanan perlakuan di peternakan terhadap mutu air ini agak ternak berproduksi optimal dan maksimal dan tidak ambruk sakit. Bagaimana menjelaskan hal ini?

MENGAPA PRODUKSI TELUR TURUN
Secara garis besar dapat terjadi akibat kegagalan manajemen, fluktuasi kandungan nutrisi pakan dan adanya kasus penyakit. rangkuman wawancara dengan drh. I Wayan Seputra, Sales Supervisor PT SHS International Cabang Bali.

INFECTIOUS BRONCHITIS SALAH SATU ANCAMAN TETAP PENYEBAB GANGGUAN PRODUKSI PADA AYAM PETELUR menurut Drh. Wayan Wiryawan Technical Advisor - Malindo Group

Selanjutnya tanggapan mengenai produksi yang merosot bukan monopoli dari penyakit infeksius hasil wawancara dari para praktisi perunggasan di Purwokerto, Pontianak dan Semarang

TIPS AHLI ATASI TURUNNYA PRODUKSI TELUR dari Dr Drh Lies Parede Hernomoadi MSc dari Balai Besar Penelitian Veteriner dan Drh Hernomoadi Huminto MS dari FKH IPB Bogor berlatar penjelasan ilmiah yang kuat. Bila sudah ditemukan penyebab utama, antisipasi permasalahan untuk siklus pemeliharaan berikut. Bila infeksius oleh virus, program vaksinasi harus ditinjau ulang, disertai perbaikan manajemen. Bila produksi mulai membaik, perlu penambahan suplemen atau asam amino esensial dan vitamin.



ALAT PEMANAS,BERMACAM-MACAM TAPI SATU TUJUAN

Kondisi unggas/bebek pun selalu segar. Tentu saja mesti dilengkapi dengan semua kebutuhan yang lain, tak terkecuali dan teristimewa dalam konteks ini: pemanas yang meski berbeda-beda wujudnya tetap bertujuan sama dalam sistem brooding alias sistem pengindukan.

Pemakaian minyak tanah sebagai bahan bakar pemanas untuk sistem pengindukan alias brooding pernah mendominasi kurang lebih 75 persen peternak di Indonesia. Sangat masuk akal, lantaran harga minyak saat disubsidi sangat murah dan mudah didapat. Investasi peralatannya pun relatif murah, oleh sebab pemakaiannya cukup banyak.

Pada saat itu pun banyak usaha skala industri rumah tangga yang memproduksi alat pemanas berbahan bakar minyak tanah sebagai sarana penunjang produksi peternakan. Namun saat ini, keberadaan minyak tanah susah didapat oleh para peternak yang sangat membutuhkan bahan bakar untuk pemanas dan pengindukan anak unggas/bebeknya.

Maka untuk lebih praktisnya, saat ini, “Banyak peternak menggunakan gas elpiji (LPG),” kata Drh Setyono Al Yoyok pemilik Pakarvet Citra Agrindo Malang perusahaan yang bergerak di bidang peternakan, obat-obatan dan bisnis alat-alat umum untuk peternakan.

Selain lebih praktis, papar Drh Yoyok (nama akrabnya), “Elpiji juga mempunyai keunggulan-keunggulan umum. Keunggulan itu antara lain dengan elpiji suhu lebih terkontrol, selain itu elpiji juga mudah diperoleh. Dibanding minyak tanah, elpiji lebih bagus, lantaran elpiji tidak banyak menyebabkan polusi udara dibanding minyak tanah.”

Saat ini, hampir semua breeding farm menggunakan bahan bakar gas sebagai pemanas untuk brooding. Paling mudah digunakan, sebagian besar peternak unggas/bebek petelur skala menengah dan besar meyakini bahwa gas paling aman digunakan sebagai pemanas brooding. Pemakaian gas untuk brooding memudahkan pengoperasian, pengaturan suhu, penyalaan dan pematiannya.

Itulah sumber bahan bakar untuk brooding. Sementara untuk alat pemanasnya sendiri, dari bermacam-macam brooder, yang paling disukai dan dianggap terbaik oleh peternak adalah Gasolec yang di antaranya dipasarkan oleh Medion, Agrinusa Jaya Sentosa, dan Mensana Aneka Satwa, selain dari yang terbanyak selama ini didatangkan secara impor.

Beredar secara umum di kalangan peternak, bahwa gasolec adalah alat penghangat DOC dengan bahan bakar gas elpiji. Ada yang bisa menghangatkan 800- 1000 ekor DOC.

Menurut banyak peternak, gasolec merupakan brooder yang paling mudah digunakan. Menjadi rahasia umum, hampir semua breeding farm menggunakan gasolec yang berbahan bakar gas sebagai pemanas untuk brooding. Adapun, gasolec juga diyakini oleh peternak skala menengah dan besar sebagai pemanas gas paling aman dibanding dengan pemanas dengan bahan bakar lainnya.

“Pemakaian gasolec memudahkan dalam pengoperasian, pengaturan suhu, penyalaan dan mematikannya,” kata peternak. Selain itu juga dikenal adanya kanopi yang terbuat dari seng dengan diameter 120 cm digunakan untuk lebih mengoptimalkan kerja dari gasolec.

Ada pula taktik peternak di lapangan peternakan untuk menghasilkan pemanasan yang terbaik dengan modifikasi. Yang ini, “Untuk efisiensi dan lebih irit,” kata Drh Setyono Al Yoyok. Modifikasi ini wujudnya adalah kombinasi menggunakan elpiji dan juga memakai kanopi sebagai alat pemanasnya. Bagusnya alat semacam ini, menurut Drh Yoyok adalah ada regulatornya.

Penghangat DOC berbahan bakar gas elpiji ini, di antaranya sudah dilengkapi kanopi berdiameter 100 cm, 2 meter slang, 1 buah regulator dan 2 buah klem slang yang bisa dipakai.

Selain itu ada pula penghangat DOC dengan bahan bakar batu bara, dilengkapi dengan kanopi salah satunya berberdiameter 100 cm. Penghangat DOC ini di antaranya bisa menghangatkan 500 ekor DOC.

Briket batubara sendiri merupakan bahan bakar padat berbentuk dan berukuran tertentu yang tersusun dari partikel batubara yang kokas maupun semikokas halus yang telah diproses dan diolah dengan daya tekan tertentu agar lebih mudah dimanfaatkan. Banyak pula peternak skala menengah dan besar menggunakan briket batubara sebagai pengganti minyak tanah dan gas.

Penghangat DOC dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah tak ketinggalan. Yang unik, penghangat ini di antaranya sudah dilengkapi dengan kanopi berdiameter 100 cm dan bisa dipakai untuk 500 DOC.

Diakui oleh alumnus FKH Unair ini, alat pemanas untuk brooder memang bervariasi. Begitulah variasinya, ada yang berupa kompor biasa, ada yang berbahan bakar gas elpiji, ada yang memakai bahan bakar arang, batubara, dan lain-lain. Semua ini lantaran, “Tingkatan peternak juga bermacam-macam,” kata Drh Yoyok.

Menurutnya, bagi peternak besar dan peternak sedang, brooding yang digunakan biasanya adalah gasolec. Adapun, peternak kecil yang kebanyakan merupakan peternak unggas/bebek pedaging, biasanya memanfaatkan sumber panas apapun yang ada termasuk kompor, arang, maupun kayu bakar.

Selain Alat Pemanas Juga
Harus Bagus

Selanjutnya dengan terpenuhinya sumber bahan bakar pemanas itu maka faktor-faktor yang lain di dalam masa brooding alias pemanasan pengindukan itu juga harus bagus. Faktor-faktor itu antara lain masalah layar, litter, dan air minum.

Adapun masalah-masalah dalam brooding menurut Setyono Al Yoyok juga dapat terjadi. Menurutnya, kegagalan brooding dapat menyebabkan timbulnya penyakit Kolibasilosis yang biasanya muncul pada, “Unggas/bebek usia mau panen,” katanya.

Kegagalan sistem pengindukan dan pemanasan ini jelas merugikan secara ekonomi. Bahkan akibat serangan kuman itu dapat pula memunculkan penyakit dengan gejala utama unggas/bebek ngorok. Penyakit itu, apalagi kalau bukan CRD (Chronic Respiratory Disease).

Dari banyak kasus penyakit yang muncul akibat kegagalan brooding itu, Drh Yoyok mengungkap bahwa yang paling dominan adalah Kolibasilosis. Secara berurut sebab akibatnya, unggas/bebek yang terserang penyakit ini dimulai dengan serangan-serangan fisik unggas/bebek kembung lantaran suhu dan tubuh terlalu dingin, temperatur brooding tidak sesuai dengan kebutuhan DOC.

Kondisi unggas/bebek yang demikian dapat berlanjut unggas/bebek mengalami asites. Kondisi buruk ini diperparah lagi dengan penyebaran kuman Koli di dalam air minum. Bilamana Escherechia coli ini masuk dan terus berkembang biak, sedangkan kondisi unggas/bebek buruk, tingginya kasus serangan Kolibasilosis pun tak terbendung.

Sebaliknya, kata Drh Setyono Al Yoyok, “Kalau brooding bagus, kasus Kolibasilosis minim.” Dan, lanjutnya, “Supaya pemanas pengindukan ini bagus, maka ada kondisi yang harus kita persiapkan.”

Dokter hewan yang berpengalaman di banyak tempat peternakan baik di sektor produksi maupun sarana produksi ini pun mengungkap persiapan yang diperlukan itu antara lain manajemen pemilihan waktu DOC. “Layar kandang harus diperhatikan,” ujarnya.

Ia mengungkapkan di daerah Malang, sistem brooding yang diterapkan ada yang memakai sistem brooding termos. Dengan sistem ini tempat brooding bisa di bawah juga bisa di atas. Kandang dengan sistem ini, layar tertutup atau terbuka bisa separuhnya. Sementara yang separuh lagi juga bisa dibuka atau ditutup. Jadi, “Ada dobel layar,” ucap Yoyok.

Setelah pengaturan layar itu, brooding bisa disekat sesuai dengan kebutuhan. Adapun jumlah tempat makan atau tempat minum pun mesti diatur, supaya, “Saat DOC makan dan minum, tidak berebut,” kata Drh Yoyok. Ia pun menambahkan untuk pakan pemberiannya sedikit demi sedikit, dengan tujuan pakan tidak tumpah.

Dengan tidak tumpahnya pakan, dan unggas/bebek memakan secara bertahap akan memberi rangsangan nafsu makan, sehingga konversi pakan (FCR) pun akan menjadi yang terbaik. Kondisi unggas/bebek pun selalu segar. Tentu saja mesti dilengkapi dengan semua kebutuhan yang lain tersebut, tak terkecuali dan teristimewa dalam konteks ini: pemanas yang meski berbeda-beda wujudnya tetap bertujuan sama dalam sistem brooding alias sistem pengindukan. (red)