Friday 18 March 2011

CDDGS, Ampas Jagung Yang Naik Daun

. Dalam beberapa masa yang lewat, 3-5 tahun yang lalu, jagung masih digunakan sebagian besar untuk kebutuhan konsumsi (manusia maupun ternak). Dari semua itu 80 % di antaranya digunakan untuk pakan ternak (feed) dan hanya 6-7 % untuk pangan manusia (food). Kini jagung malah dilirik untuk pemanfaatan yang lain. 

Jagung jadi rebutan! Jagung tidak lagi hanya sebagai pakan (feed) atau bahan pangan (food), tetapi sudah menjadi penghasil etanol yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar (biofuel), alternatif substitusi BBM konvensional. Belakangan, banyak kalangan sudah mengalihkan perhatian kepada sumber-sumber bahan bakar terbarukan karena mereka menganggap era sumber bahan bakar fosil (minyak bumi) sudah selesai. Kini di pelbagai kawasan, jagung dimanfaatkan sebagai penghasil etanol, yang dapat digunakan sebagai biofuel pengganti BBM. Kini biofuel semakin populer saja.

Dalam 2-3 tahun terakhir ini, kebutuhan akan jagung untuk industri pakan dan pangan terpangkas sekitar 20 %, sehingga hanya tersisa 60 % saja. Di Amerika Serikat misalnya, 18,3 % produksi jagung di sana, dari jumlah 27.054 bushel (1 bushel kurang lebih setara dengan 25,4 kg) digunakan sebagai penghasil etanol. Pertanyaannya kini, apakah fakta ini, bagi dunia peternakan, merupakan khabar baik atau buruk? Secara sederhana tentu hal ini dianggap sebagai kompetitor bagi dunia peternakan, khususnya dalam soal penyediaan pakan ternak. Artinya, ‘terbalik’ dari kebutuhan untuk pakan, produksi etanol malah meningkat saja.

Tetapi, jangan risau dulu. Dari pembuatan etanol dari jagung itu dihasilkan by product (hasil sampingan) yang dikenal sebagai Corn Distillers Dried Grains with Solubles, yang lebih ‘beken’ dikenal sebagai CDDGS, atau DDGS saja. CDDGS adalah hasil sampingan fermentasi dan destilasi jagung menjadi etanol. Meskipun menyandang predikat ‘hasil sampingan’, CDDGS tentu bukan sekadar ampas, karena ternyata CDDGS itu sangat potensial, dan ekonomis pula, digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, khususnya bagi ternak unggas. Dari 1 bagian jagung yang difermentasi untuk menghasilkan etanol, kira-kira akan dihasilkan 1/3 bagian CDDGS. Sebagai gambaran, dari 1 bushel jagung (kurang lebih 25,4 kg) akan dihasilkan 8,2 kg CDDGS, selain 8,2 kg gas CO2. Dan, tentu saja dihasilkan etanol sebagai hasil utamanya, yaitu sebesar 10,2 liter.

Kaya protein

Mungkin ini tidak bisa dihindari bahwa jagung kini dimanfaatkan untuk keperluan lain, untuk produksi biofuel itu. Namun demikian, industri ini menghasilkan by product (CDDGS) yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. By product ini ternyata masih mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan dan produksi ternak, khususnya untuk ternak unggas. Ini misalnya, dan kedengarannya pasti agak aneh, CDDGS ternyata kaya protein. Padahal jagung sendiri bukanlah sumber protein (mengandung hanya ± 8,9 % protein kasar) melainkan sebagai sumber energi (mengandung 3.370 kkal/kg energi metabolis untuk unggas).

Mengapa bisa demikian? Produksi etanol berbahan dasar jagung yang kelak menghasilkan CDDGS itu adalah melalui proses fermentasi (selama 48-72 jam) yang melibatkan bakteri-bakteri fermenter. Bakteri-bakteri yang telah ‘dikaryakan’ ini kelak akan ‘terdampar’ pada ampas yang dikenal sebagai CDDGS itu. Bakteri-bakteri ini merupakan sumber single cell protein (protein sel tunggal) pada CDDGS. Itulah sebabnya mengapa CDDGS itu kaya akan protein (crude protein, CP). Selain itu, CDDGS kaya asam amino, walaupun asam amino tertentu, seperti lysin, kecernaannya rendah. Selain sebagai sumber CP, CDDGS juga merupakan sumber energi (1283 kkal/lb energi metabolis untuk kalkun dan ayam) dan sumber mineral (dengan kadar abu 6,5 %). CDDGS mengandung P available yang cukup tinggi (0,8 %) karena proses reaksi enzim fitase dari bakteri yang terlibat dalam fermentasi memungkinkan pelepasan P itu dari ikatannya dengan asam fitat.

Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa CDDGS merupakan sumber xantophyl yang baik terutama pada CDDGS yang berwarna terang (mengandung 46 – 50 ppm xantophyl). Ini dapat dimanfaatkan untuk pigmentasi kuning pada telur dan karkas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian 10 % CDDGS pada pakan ayam akan memberi kontribusi terhadap pigmentasi telur dan karkas ayam.


Porsi CDDGS pada ransum unggas

Meskipun sudah disebut-sebut sangat potensial sebagai bahan baku pakan ternak, porsi penggunaan CDDGS dalam formulasi ransum memang harus dipertimbangkan dengan seksama. Ini menuntut kehati-hatian. Walau bagaimanapun, selain keunggulannya, CDDGS juga ‘menyimpan’ sejumlah kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah bahwa asam amino lysin yang terkandung pada CDDGS mempunyai kecernaan yang rendah. Inilah yang disebut sebagai perlu kehati-hatian. Peningkatan porsi CDDGS pada ransum bisa saja menyebabkan defisien terhadap asam-asam amino esensial khususnya lysin. Selain pada asam amino lysin, CDDGS juga mempunyai kelemahan yang lain, yaitu mengandung serat kasar (crude fiber) yang tinggi. Ada dugaan bahwa enzym yang bekerja selama proses fermentasi itu hanya bekerja pada starch saja bukan pada NDF dan ADF.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa porsi CDDGS pada ransum ternak berbeda-beda menurut jenis ternaknya. Untuk broiler dapat digunakan hingga 10 % CDDGS, sedangkan untuk kalkun (grower dan finisher) dan ayam petelur masing-masing 15 %

Ditulis oleh : Ir. I Dewa Gede Alit Udayana, MS, akademisi, tinggal di Bangli, Bali

No comments:

Post a Comment